Mengenal Hadits Nabi saw

Hadits ( الحديث ) menurut bahasa bermakna “ baru ”. Menurut istilah para ulama ahli hadits yaitu : “Apa saja yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw baik yang berupa perkataan, perbuatan, persetujuan ( taqrir ) maupun sifat-sifat beliau.”
Hadits disebut pula dengan beberapa nama yang lain, yaitu :
1. Sunnah ( السنة )
2. Khobar ( الخبر ), namun dalam perkembangannya istilah Khobar lebih umum meliputi semua berita, dari Nabi saw atau pun dari selain beliau.
3. Atsar ( الأثر ), namuan dalam perkembangannya istilah atsar lebih banyak dipakai untuk penukilan dari para Shahabat ra, para Tabi’in dan para ‘ulama Salaf lainnya.
Ulama ahli hadits disebut Muhaddits ( المحدث ).
BEBERAPA ISTILAH PENTING
Hadits terbagi menjadi dua bagian, yaitu Sanad ( السَّنَدُ ) dan Matan ( الْمَتْنُ ). Sanad adalah susunan para perowi suatu hadits, disebut pula dengan isnad ( الإسناد ). Rowi ( الراوي ) yaitu orang yang meriwayatkan hadits. Dan Matan adalah bunyi teks dari hadits. Contoh :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَ إ ِنَّمَا ِلامْرِئٍ مَا نَوَى
“ ‘Abdulloh bin Maslamah bin Qo’nab telah bercerita kepada kami : Malik telah bercerita kepada kami dari Yahya bin Sa’id dari Muhammad bin Ibrohim dari ‘Alqomah bin Waqqosh dari ‘Umar bin Al-Khoththob, dia berkata : “Rosululloh saw bersabda : “Sesungguhnya amalan-amalan itu hanya bergantung kepada niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang dia niatkan.”
Hadits tersebut dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Shohih-nya.
Perkataan Imam Muslim dari sejak ‘Abdulloh bin Maslamah bin Qo’nab telah bercerita kepada kami hingga dari ‘Umar bin Al-Khoththob disebut dengan Sanad. Bunyi sabda Rosululloh saw disebut Matan.
Imam Muslim yang mengeluarkan hadits ini dalam kitabnya, maka dia disebut Mukhorrij ( المخرج ). Kemudian awal sanad dimulai dari rowi terdekat dengan Mukhorrij, yaitu ‘Abdulloh bin Maslamah, dan akhir sanad adalah rowi yang terjauh yaitu ‘Umar bin Al-Khoththob.
Ilmu Hadits terbagi dua yaitu ilmu tentang seluk-beluk sanad dan matan hadits untuk menentukan keshohihan hadits disebut Ilmu Hadits Diroyat atau Mushtholah Hadits. Sedang ilmu hadits yang membahas tentang makna dari hadits-hadits Nabi saw disebut Ilmu Hadits Riwayat.
SEJARAH PENULISAN HADITS
Hadits Nabi saw memang belum ditulis secara umum pada zaman Nabi saw masih hidup, karena ketika itu Al-Qur’an masih dalam proses diturunkan dan diurutkan. Bahkan Nabi saw melarang masyarakat umum dari menulis hadits, sebagaimana sabdanya :
لا تَكْتُبُوْا عَنِّيْ وَ مَنْ كَتَبَ عَنِّيْ غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ وَ حَدِّثُوْا عَنِّيْ وَ لا حَرَجَ وَ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
“Janganlah kalian menulis sesuatu pun dariku, barangsiapa yang telah menulis dariku selain Al-Qur’an hendaklah dia menghapusnya, dan beritakanlah hadits dariku, yang demikian tidak berdosa, namun barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaklah dia mengambil tempat duduknya dari api neraka.” ( HR. Muslim )
Larangan penulisan hadits ini dimaksudkan untuk menjaga agar tidak tercampur antara tulisan Al-Qur’an dengan tulisan hadits.
Walaupun demikian, Nabi saw memberikan izin kepada orang-orang tertentu untuk menulis hadits yang diyakini tidak akan terjadi tercampurnya tulisan Al-Qur’an dengan tulisan hadits pada mereka. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat :
فَقَامَ أَبُو شَاهٍ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ فَقَالَ : اكْتُبُوْا لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : اكْتُبُوْا لأَبِيْ شَاهٍ
“Berdirilah Abu Syah, yakni seorang laki-laki dari penduduk Yaman, dia berkata : “Tuliskan untukku, wahai Rosullulloh !” Maka Rosululloh saw bersabda : “Tuliskan untuk Abu Syah !” ( HR. Al-Bukhori dan Abu Dawud )
Meskipun demikian, hadits Nabi saw tetap dihafal dan diriwayatkan oleh para Shahabat ra, karena Nabi saw bersabda :
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَ رُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ
“Semoga Alloh menjadikan putih cemerlang seseorang yang mendengar sebuah hadits dari kami, kemudian menghafalkan dan menyampaikannya karena mungkin saja terjadi orang membawa ilmu kepada orang yang lebih faham darinya, dan mungkin terjadi orang yang membawa ilmu tidak faham tentang ilmunya itu.” ( HSR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, danAl-Hakim )
Rosululloh saw juga memerintahkan untuk meriwayatkan hadits :
أَلا لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَلَعَلَّ بَعْضَ مَنْ يُبَلِّغُهُ يَكُوْنُ أَوْعَى لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ سَمِعَهُ
“Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena mungkin terjadi sebagian orang yang disampaikan ( hadits ) kepadanya lebih menguasai daripada sebagian orang yang mendengarnya ( langsung ).” ( HR. Ahmad, Al-Bukhori, Muslim, dan Ibnu Majah )
Namun begitu Rosululloh saw tetap memerintahkan kepada para Shahabat agar tetap selektif dalam menyampaikan hadits :
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah seseorang dianggap pendusta bila dia memberitakan setiap apa yang dia dengar.” ( HR. Muslim )
Dalam riwayat yang lain disebutkan :
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukup seseorang dianggap berdosa bila dia memberitakan setiap apa yang dia dengar.” ( HSR. Abu Dawud )
Sehingga Hadits Nabi saw pada zaman beliau dan zaman Al-Khulafa Ar-Rosyidin dijaga dengan cara dihafal dan diriwayatkan secara hati-hati agar tidak terjadi kesalahan.
Saat terjadi konflik pada zaman Kholifah ‘Ali bin Abi Tholib ra mulai bermunculan orang-orang yang buruk agama dan akhlaknya yang membuat hadits-hadits palsu untuk mendukung golongannya. Kemudian bermunculan banyak pemalsu hadits dari kalangan orang-orang sesat, musuh-musuh Islam yang menyusup di tengah-tengah kaum muslimin, dan para pengekor hawa nafsu. Ada pula orang-orang yang berniat baik namun memakai cara-cara yang buruk untuk memotivasi orang lain agar giat beramal dengan cara membuat hadits-hadits palsu seputar keutamaan amal.
Melihat kondisi hadits Nabi ra yang terancam keasliannya dengan bertebarannya hadits-hadits palsu, maka Kholifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rohimahulloh memerintahkan kepada Abu Bakar bin Hazm untuk meneliti, mengumpulkan dan membukukan hadits. Kholifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rohimahulloh berani melakukan kegiatan pengumpulan dan pembukuan hadits karena pada zaman beliau mushhaf Al-Qur’an sudah tersebar ke segala penjuru dunia Islam, sehingga tidak ada kekhawatiran akan tercampurnya tulisan hadits dengan tulisan Al-Qur’an.
Tindakan ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rohimahulloh memotivasi para ‘ulama yang lain untuk melakukan hal serupa, sehingga bangkitlah para ‘ulama Ahli Hadits untuk menulis hadits. Seperti Imam Malik bin Anas rohimahulloh yang menulis kitab Al-Muwatho’, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i rohimahulloh yang menulis kitab Al-Musnad, Imam Ahmad bin Hanbal yang menulis kitab Al-Musnad dan lain-lain. Tetapi ketika itu hadits-hadits yang dikumpulkan dalam kitab-kitab yang mereka tulis belum diseleksi. Untuk menyeleksi hadits-hadits yang telah tertulis dalam kitab-kitab tersebut, para ‘ulama menetapkan suatu kaidah yang dikenal dengan MUSHTHOLAH HADITS ( مصطلح الحديث ).
Setelah itu muncul Imam Al-Bukhori yang memulai menulis kitab yang hanya memuat hadits-hadits yang shohih saja. Lalu diikuti oleh muridnya, yaitu Imam Muslim. Kemudian susul-menyusul para ‘ulama yang mengikuti jejak mereka.
Generasi berikutnya adalah generasi ‘ulama yang berupaya untuk menjelaskan makna hadits. Maka bermunculan kitab-kitab Syarah Hadits seperti Al-Minhaj Syarah Shohih Muslim oleh Imam An-Nawawi, Fathul Baarii Syarah Shohih Al-Bukhori karya Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqolani, dan lain-lain.

MENGENAL AL_QUR’AN

Al-Qur’an berasal dari kata قَرَأَ يَقْرَأُ قُرْآنًا yang bermakna “membaca” atau “mengumpulkan”. Sehingga Al-Qur’an merupakan bacaan yang berisi kumpulan berita dan hukum. Sedangkan menurut istilah syari’at Al-Qur’an adalah : “Firman Alloh ta’ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang diawali dengan Surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan Surat An-Naas ”.
PERBEDAAN AL-QUR’AN DENGAN HADITS QUDSI
Al-Qur’an dan Hadits Qudsi sama-sama firman Alloh, dan sama-sama diriwayatkan oleh Nabi Muhammad saw, perbedaannya adalah :
1. Al-Qur’an termasuk firman Alloh yang tercakup dalam mushhaf sebagaimana yang Alloh kehendaki, sedangkan Hadits Qudsi tidak termasuk dalam isi mushhaf.
2. Bunyi dan makna Al-Qur’an sudah baku sebagaimana datang dari sisi Alloh, sedangkan Hadits Qudsi hanya riwayat secara makna sedangkan bunyinya tidak baku dari Alloh ta’ala.
3. Al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir, sedangkan riwayat Hadits Qudsi tidak mencapai derajat mutawatir.
4. Membaca Al-Qur’an harus menggunakan kaidah ilmu tajwid, sedangkan membaca Hadits Qudsi tidak perlu memakai tajwid.
PENJAGAAN KEASLIAN AL-QUR’AN
Al-Qur’an adalah kitab suci yang lansung mendapatkan jaminan penjagaan dari Alloh, sebagaimana firman Alloh ta’ala :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَ إِنَّا لَهُ لَحَافِظُوْنَ
“Sesungguhnya Kami Yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” ( Qs. Al-Hijr : 9 )
Bukti yang lainnya tentang jaminan keaslian Al-Qur’an adalah diturunkannya Al-Qur’an dalam bahasa ‘arab yang vonemis, yang mana perubahan satu ketukan kata bisa merubah arti atau maknanya. Dan Al-Qur’an sejak awal diturunkan hingga hari ini masih tetap berbahasa ‘arab sebagaimana saat awal diturunkan. Oleh karena itu para pakar theologi dari berbagai agama mengakui bahwa hanya ada satu kitab suci yang ada di dunia ini yang tidak mengalami perubahan sedikit pun, yaitu Al-Qur’an.
Bukti lain tentang jaminan keaslian Al-Qur’an adalah kejelasan tentang sejarah penulisan Al-Qur’an sejak dari awal diturunkan hingga hari ini.
SEJARAH PENULISAN AL-QUR’AN
Al-Qur’an sudah ditulis pada zaman Nabi Muhammad saw masih hidup, baik atas perintah beliau kepada para sekretarisnya atau pun atas inisiatif pribadi para Shahabat ra. Sehingga ketika Nabi Muhammad saw masih hidup, Al-Qur’an sudah dihafal oleh ratusan orang dan ditulis oleh para Shahabat. Dan untuk menghindari kesalahan penulisan Al-Qur’an. Nabi Muhammad saw melarang kepada khalayak umum untuk menulis hadits, sebagaimana sabda beliau :
لا تَكْتُبُوْا عَنِّيْ وَ مَنْ كَتَبَ عَنِّيْ غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ وَ حَدِّثُوْا عَنِّيْ وَ لا حَرَجَ وَ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Jangan;ah kalian menulis dariku ! Barangsiapa yang menulis dariku selain Al-Qur’an, hendaklah dia menghapusnya ! Dan beritakanlah hadits dariku, maka dia tidak berdosa. Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja hendaklah dia mengambil tempat duduknya dari api neraka !” ( HR. Muslim )
Periwayatan hadits di zaman itu hanya boleh secara makna, tidak dengan tulisan, kecuali beberapa orang saja yang diyakini tidak akan tercampur antara tulisan haditsnya dengan tulisan Al-Qur’an yang boleh menulis hadits. Sedangkan penulisan Al-Qur’an hampir dilakukan oleh seluruh shahabat Nabi saw .
Pada zaman Kholifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, yaitu ketika banyak para penghafal Al-Qur’an yang gugur di medan juang, shahabat ‘Umar bin Al-Khoththob ra mengusulkan kepada Abu Bakar ra untuk menghimpun semua catatan Al-Qur’an menjadi satu buah mushhaf agar Al-Qur’an tidak musnah. Maka Abu Bakar ra menugaskan shahabat Zaid bin Tsabit ra yang juga seorang penghafal Al-Qur’an yang diakui oleh semua kalangan untuk melaksanakan tugas pengumpulan Al-Qur’an ini. Zaid bin Tsabit ra segera mengumpulkan Al-Qur’an dengan metode yang sangat teliti, yaitu sebuah ayat baru bisa dia tulis ketika telah ada minimal sebuah catatan dan kesaksian 2 orang yang menghafalkan ayat tersebut. Karena itulah tugas ini memakan waktu yang lama. Kemudian hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar ra. Sepeninggal Abu Bakar ra, mushhaf tersebut disimpan oleh kholifah berikutnya yaitu ‘Umar ra.Dan setelah ‘Umar bin Al-Khoththob ra wafat, mushhaf disimpan oleh Hafshoh isteri Rosululloh saw.
Ketika zaman Kholifah ‘Utsman bin ‘Affan ra yang mana ketika itu wilayah kaum muslimin sudah sangat luas meliputi berbagai bangsa dengan dialek bahasa yang berbeda-beda, muncul permasalahan baru, yaitu perbedaan dialek ( lahjah ) dalam membaca Al-Qur’an. Persoalan ini dilaporkan oleh shahabat Hudzaifah bin Al-Yaman ra kepada kholifah ‘Utsman ra Kemudian ‘Utsman membentuk sebuah tiem penggandaan Al-Qur’an dengan penyeragaman dialek yaitu dengan dialek yang Al-Qur’an diturunkan dengannya, yaitu dialek Quroisy. Ditunjuklah Zaid bin Tsabit, ‘Abdulloh bin Az-Zubair, Sa’id bin Al-‘Ash dan ‘Abdur Rohman bin Al-Harits bin Hisyam ra untuk menyalin mushhaf yang ada di tangan Hafshoh untuk digandakan menjadi lima buah dan dikirimkan ke beberapa daerah sebagai panduan bacaan di sana.
Setelah itu, Al-Qur’an terus-menerus digandakan dan dihafalkan oleh berjuta orang di setiap zamannya. Bahkan di setiap Negara ada sebuah panitia yang khusus bertugas mengontrol setiap percetakan Al-Qur’an supaya tetap sesuai dengan bunyi ketika pertama kali diturunkan.

PERTOBATAN TUKANG SIHIR FIR’AUN

Setelah pertandingan antara para tukang sihir Fir’aun dengan Nabi Musa terjadi, akhirnya para tukang sihir Fir’aun pun mengaku ka-lah dan mengakui bahwa Musa dan Harun bukan penyihir tetapi Nabi Alloh yang datang dengan membawa mu’jizat.
فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سُجَّدًا قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ هَارُونَ وَمُوسَى
“Lalu tukang-tukang sihir itu tersungkur dengan bersujud, seraya berkata : “Ka- mi telah percaya kepada Tuhannya Harun dan Musa.” ( Qs. Thoha : 70 )
Setelah melihat kebenaran yang nyata, maka segera saja para tukang sihir itu sa dar dan menyatakan beriman seraya sujud kepada Alloh  .
قَالَ آمَنتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ آذَنَ لَكُمْ إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ فَلَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُم مِّنْ خِلَافٍ وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ فِي جُذُوعِ النَّخْلِ وَلَتَعْلَمُنَّ أَيُّنَا أَشَدُّ عَذَابًا وَأَبْقَى
“Berkata Fir’aun : “Apakah kalian telah beriman kepadanya ( Musa ) se-belum aku memberi izin kepada kamu sekalian ?! Sesungguhnya ia ada- lah pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu sekalian. Maka se-sungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian de-ngan bersilang secara bertimbal-balik, dan sesungguhnya aku akan me-nyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma dan sesungguhnya ka lian akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih ke-kal siksanya !” ( Qs. Thoha : 71 ) Baca lebih lanjut

ayat nyentrik bagian ke 15

KAIDAH DALAM MEMAHAMI AL QUR’AN DAN HADITS

KAIDAH DALAM MEMAHAMI
AL-QUR’AN DAN HADITS

Al-Qur’an dan Hadits adalah dua pilar utama ajaran agama Islam, yang mana setiap rincian dan detail ajaran Islam mesti rujuk kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits, sebagaimana firman Alloh :
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآَخِرِ
ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
“Bila kalian berselisih dalam sesuatu perkara maka kembalikanlah kepada Alloh dan Rosul-Nya bila kalian beriman kepada Alloh dan hari akhir. Yang demikian itu lebih baik dan lebih baik kesudahan-nya.” ( Qs. An-Nisa’ : 59 ) Baca lebih lanjut

P H Y T A G O R E A N I S M E

P H Y T A G O R E A N I S M E
[ F A H A M P E N U H A N A N A N G K A ]

Nama Phitagoras tentu bukan nama yang asing bagi kalang an dunia pendidikan, karena namanya sering dikaitkan dengan se buah nama yang masyhur untuk sebuah rumus matematika yang dikenal dengan rumus stelling pytaghoras, yaitu c2 = a2 + b2, pada-hal tidak ada kaitannya antara rumus tersebut dengan Pythagoras. Karena memang bukan Pythagoras yang menemukan rumus terse but, walaupun penamaannya mengambil dari nama dirinya.
Pythagoras adalah seorang filosuf Yunani yang hidup anta-ra tahun 570 – 504 SM. Selain sebagai seorang filosuf, Pythagoras pun adalah seorang agamawan yang mengajarkan adanya reinkar nasi , vegeterianisme dan penyiksaan terhadap diri sendiri. Sela in itu, Pythagoras terkenal dengan ajaran penuhanan terhadap bi-langan atau angka. Para penganut ajaran Pythagoras yang dikenal dengan nama Pythagorean mempunyai kepercayaan bahwa inti sari semua benda, wujud dan hal adalah angka, dan semua hubu-ngan yang ada di alam ini mesti dapat dinyatakan dengan angka.
Pythagoras dengan tanpa ragu-ragu mengatakan bahwa Tu han itu adalah angka. Hal ini menurut anggapan Pythagoras kare-na setiap kebajikan pasti dapat dinyatakan dengan suatu keakura-tan. Sehingga suatu kebajikan pasti dapat dihitung letaknya di an-tara dua posisi ekstrem dalam matematika. Prinsip tersebut diilha-mi oleh ajaran filsafat Yunani Purba yang mengatakan bahwa ke-bajikan berada di posisi antara ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Menurut Pythagoras sesuatu yang tidak dihitung atau tidak dapat dihitung berarti suatu kejahatan. Oleh karena itu Pythagoras pun berkata bahwa segala sesuatu adalah angka.
Sepeninggal Pythagoras, para mengikutnya terbelah menja-di dua. Sebagian memilih menekuni bidang matematika dan me-ninggalkan ajaran mistik Pythagoras, sementara itu sebagian lain- nya masih kokoh berpegang dengan ajaran mistik keagamaan Py-thagoras dan tidak tertarik mempelajari hal-hal yang matematis.
Pengaruh ajaran filsafat Pythagoras sampai pula kepada se-bagian kaum muslimin yang bodoh dengan ajaran Islam. Kita bisa melihat dalam kehidupan mayoritas masyarakat muslim, masih banyak yang mengkeramatkan beberapa angka-angka tertentu. Se bagian ada yang mengkeramatkan angka 7, sebagian yang lain me nganggap keramat angka 9, angka 13, angka 40 dan lain sebagai- nya. Mereka meyakini bahwa angka-angka tersebut dapat membe rikan pengaruh kepada kehidupan, baik pengaruh positif atau pe-ngaruh negatif. Seperti keyakinan sebagian masyarakat Jawa ba-gian selatan yang mengkeramatkan angka 13 dan menganggap-nya sebagai angka sial. Bahkan di beberapa hotel ada yang tidak berani membuat nomor kamar 13 dan menggantinya dengan 12 B.
Sebagian kaum muslimin lainnya masih mempercayai per-hitungan hari baik dan buruk ketika hendak melaksanakan suatu hajat. Semua hari –menurut mereka- memiliki kode angka-angka ter tentu. Semisal ada orang yang hendak menyelenggarakan sebuah hajatan pernikahan. Mereka akan menghitung angka-angka dari hari kelahiran calon mempelai laki-laki dan calon mempelai pe-rempuan. Bila penjumlahan dari angka-angka hari kelahiran ke-dua mempelai menghasilkan angka “sial” atau angka “mati” mere ka pun lantas membatalkan rencana pernikahan tersebut. Andai kata hendak diteruskan, maka mereka mesti memberikan bebera- pa sesaji untuk menolak bala’ dari angka jelek tersebut. Bila angka yang dihasilkan adalah angka “baik” atau “mujur”, mereka masih pula melakukan penghitungan tentang hari “baik” bagi pelaksana an hajatan pernikahan tadi.
Di beberapa agama lain, seperti agama Budha, Tao, Lama, dan aliran-aliran kepercayaan keyakinan terhadap angka-angka ini memang begitu mendominasi kehidupan mereka. Segala sesua tu dihitung dengan angka dan sudut, sehingga lahirlah teori Feng Sui atau Hong Sui. Keyakinan kepada angka-angka ini melahirkan pula model ramalan nasib dengan SIO, yaitu perhitungan nasib seseorang berdasarkan tanggal, bulan dan tahun yang juga disim- bolkan dengan angka-angka.
Dalam mistik shufi dan perdukunan yang menisbatkan diri nya kepada Islam – padahal bertentangan dengan Islam – kita sering melihat para dukun atau syeikh shufi membuat rajah atau jimat dengan kode-kode tertentu yang tidak dapat dimengerti oleh ma-nusia. Tulisan dan kode-kode jimat atau rajah tersebut didominasi oleh angka-angka dan huruf-huruf, dan kebanyakannya disusun dalam bentuk bangun segi-segi khusus dengan sudut tertentu. Me reka meyakininya sebagai pelindung, penolak bala’, pembawa reje ki, penjamin keselamatan. Inilah pemujaan kepada angka-angka !
Semua yang mereka lakukan itu adalah kebodohan dan per buatan syirik, karena mereka telah meyakini bahwa ada selain Alloh yang mampu mengatur alam ini, mengatur mujur dan sial- nya sesuatu. Padahal Alloh Ta’ala telah berfirman :
أَلاَ إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللهِ وَ لَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ
“ Ketahuilah sesungguhnya kesialan mereka hanya datang dari si-si Alloh, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
[ Qs. Al-A’rof : 131 ]
وَ إِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍِّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ , وَ إِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Bila Alloh menghendaki menimpakan kemudhorotan kepadamu maka tidak akan ada yang mampu menghilangkannya kecuali Dia dan bila Dia menghendaki memberikan kebaikan kepadamu ma-ka Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [ Qs. Al-An’am : 17 ]
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata dalam do’anya :
اَللَّهُمَّ لاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ , وَ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ , وَ لاَ إلـهَ غَيْرُكَ
“ Ya Alloh tidak ada kesialan kecuali kesialan yang berasal dari-Mu, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan yang berasal dari-Mu dan tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Eng-kau.” [ HSR. Ahmad dan Ibnus-Sunni ]

( ‘Abdulloh A. Darwanto )

KISAH NABI SALEH A.S.

Tsamud adalah nama suatu suku yang oleh sementara ahli sejarah dimasukkan bahagian dari bangsa Arab dan ada pula yang menggolongkan mereka ke dalam bangsa Yahudi. Mereka bertempat tinggal di suatu dataran bernama ” Alhijir ” terletak antara Hijaz dan Syam yang dahulunya termasuk jajahan dan dikuasai suku Aad yang telah habis binasa disapu angin taufan yang di kirim oleh Allah sebagai pembalasan atas pembangkangan dan pengingkaran mereka terhadap dakwah dan risalah Nabi Hud A.S.

Kemakmuran dan kemewahan hidup serta kekayaan alam yang dahulu dimiliki dan dinikmati oleh kaum Aad telah diwarisi oleh kaum Tsamud.Tanah-tanah yang subur yang memberikan hasil berlimpah ruah, binatang-binatang perahan dan lemak yang berkembang biak, kebun-kebun bunga yag indah-indah, bangunan rumah-rumah yang didirikan di atas tanah yang datar dan dipahatnya dari gunung.Semuanya itu menjadikan mereka hidup tenteram ,sejahtera dan bahgia, merasa aman dari segala gangguan alamiah dan bahawa kemewahan hidup mereka akan kekal bagi mereka dan anak keturunan mereka.

Kaum Tsamud tidak mengenal Tuhan. Tuhan Mereka adalah berhala-berhala yang mereka sembah dan puja, kepadanya mrk berqurban, tempat mrk minta perlindungan dari segala bala dan musibah dan mengharapkan kebaikan serta kebahagiaan.Mrk tidak dpt melihat atau memikirkan lebih jauh dan apa yang dpt mrk jangkau dengan pancaindera.

Nabi Saleh Berdakwah Kepada Kaum Tsamud

Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak akan membiarkan hamba-hamba_Nya berada dalam kegelapan terus-menerus tanpa diutusnya nabi pesuruh disisi-Nya untuk memberi penerangan dan memimpin mrk keluar dari jalan yang sesat ke jalan yang benar. Demikian pula Allah tidak akan menurunkan azab dan seksaan kepada suatu umat sebelum mrk diperingatkan dan diberi petunjukkan oleh-Nya dengan perantara seorang yang dipilih untuk menjadi utusan dan rasul-Nya. Sunnatullah ini berlaku pula kepada kaum Tsamud, yang kepada mrk telah diutuskan Nabi Saleh seorang yang telah dipilih-Nya dari suku mrk sendiri, dari keluarga yang terpandang dan dihormati oleh kaumnya, terkenal tangkas, cerdik pandai, rendah hati dan ramah-tamah dalam pergaulan.

Dikenalkan mrk oleh Nabi Saleh kepada Tuhan yang sepatut mrk sembah, Tuhan Allah Yang Maha Esa, yang telah mencipta mrk, menciptakan alam sekitar mrk, menciptakan tanah-tanah yang subur yang menghasilkan bhn-bhn keperluan hidup mrk, mencipta binatang-binatang yang memberi manfaat dan berguna bagi mrk dan dengan demikian memberi kepada mrk kenikmatan dan kemewahan hidup dan kebahagiaan lahir dan batin.Tuhan Yang Esa itulah yang harus mrk sembah dan bukan patung-patung yang mrk pahat sendiri dari batu-batu gunung yang tidak berkuasa memberi sesuatu kepada mrk atau melindungi mrk dari ketakutan dan bahaya.

Nabi Saleh memperingatkan mrk bahwa ia adlah seorang drp mrk, terjalin antara dirinya dan mereka ikatan keluarga dan darah. Mrk adalah kaumnya dan sanak keluarganya dan dia adalah seketurunan dan sesuku dengan mrk.Ia mengharapkan kebaikan dan kebajikan bagi mrk dan sesekali tidak akan menjerumuskan mrk ke dalam hal-hal yang akan membawa kerugian, kesengsaraan dan kebinasaan bagi mrk. Ia menerangkan kepada mrk bahwa ianya adalah pesuruh dan utusan Allah, dan apa yang diajarkan dan didakwahkan kepada mrk adalah amanat Allah yang harus dia sampaikan kepada mrk untuk kebaikan mrk semasa hidup mrk dan sesudah mrk mati di akhirat kelak. Ia mengharapkan kaumnya mempertimbangkan dan memikirkan sungguh-sungguh apa yang ia serukan dan anjurkan dan agar mrk segera meninggalkan persembahan kepada berhala-berhala itu dan percaya beriman kepada Allah Yang Maha Esa seraya bertaubat dan mohon ampun kepada-Nya atas dosa dan perbuatan syirik yang selama ini telah mrk lakukan.Allah maha dekat kepada mrk mendengarkan doa mrk dan memberi ampun kepada yang salah bila dimintanya.

Terperanjatlah kaum Saleh mendengar seruan dan dakwahnya yang bagi mrk merupakan hal yang baru yang tidak diduga akan datang dari saudara atau anak mrk sendiri.Maka serentak ditolaklah ajakan Nabi Saleh itu seraya berkata mereka kepadanya:”Wahai Saleh! Kami mengenalmu seorang yang pandai, tangkas dan cerdas, fikiranmu tajam dan pendapat serta semua pertimbangan mu selalu tepat. Pada dirimu kami melihat tanda-tanda kebajikan dan sifat-sifat yang terpuji. Kami mengharapkan dari engkau sebetulnya untuk memimpinkami menyelesaikan hal-hal yang rumit yang kami hadapi, memberi petunjuk dalam soal-soal yang gelap bagi kami dan menjadi ikutan dan kepercayaan kami di kala kami menghadapi krisis dan kesusahan.Akan tetapi segala harapan itu menjadi meleset dan kepercayaan kami kepadamu tergelincir hari ini dengan tingkah lakumu dan tindak tandukmu yang menyalahi adat-istiadat dan tatacara hidup kami. Apakah yang engkau serukan kepada kami? Enkau menghendaki agar kami meninggalkan persembahan kami dan nenek moyang kami, persembahan dan agama yang telah menjadi darah daging kami menjadi sebahagian hidup kami sejak kami dilahirkan dan tetap menjadi pegangan untuk selama-lamanya.Kami sesekali tidak akan meninggalkannya karena seruanmu dan kami tidak akan mengikutimu yang sesat itu. Kami tidak mempercayai cakap-cakap kosongmu bahkan meragukan kenabianmu. Kami tidak akan mendurhakai nenek moyang kami dengan meninggalkan persembahan mrk dan mengikuti jejakmu.”

Nabi Saleh memperingatkan mereka agar jangan menentangnya dan agar mengikuti ajakannya beriman kepada Allah yang telah mengurniai mrk rezeki yang luas dan penghidupan yang sejahtera. Diceritakan kepada mrk kisah kaum-kaum yang mendapat seksa dan azab dari Allah karena menentang rasul-Nya dan mendustakan risalah-Nya. Hal yang serupa itu dpt terjadi di atas mrk jika mrk tidak mahu menerima dakwahnya dan mendengar nasihatnya, yang diberikannya secara ikhlas dan jujur sebagai seorang anggota dari keluarga besar mrk dan yang tidak mengharapkan atau menuntut upah drp mrk atas usahanya itu. Ia hanya menyampaikan amanat Allah yang ditugaskan kepadanya dan Allahlah yang akan memberinya upah dan ganjaran untuk usahanya memberi pimpinan dan tuntutan kepada mrk.

Sekelompok kecil dari kaum Tsamud yang kebanyakkannya terdiri dari orang-orang yang kedudukan sosial lemah menerima dakwah Nabi Saleh dan beriman kepadanya sedangkan sebahagian yang terbesar terutamanya mrk yang tergolong orang-orang kaya dan berkedudukan tetap berkeras kepala dan menyombongkan diri menolak ajakan Nabi Saleh dan mengingkari kenabiannya dan berkata kepadanya:” Wahai Saleh! Kami kira bahwa engkau telah kerasukan syaitan dan terkena sihir.Engkau telah menjadi sinting dan menderita sakit gila. Akalmu sudah berubah dan fikiranmu sudah kacau sehingga engkau dengan tidak sedar telah mengeluarkan kata-kata ucapan yang tidak masuk akal dan mungkin engkau sendiri tidak memahaminya. Engkau mengaku bahwa engkau telah diutuskan oleh Tuhanmu sebagai nabi dan rasul-Nya. Apakah kelebihanmu drp kami semua sehingga engkau dipilih menjadi rasul, padahal ada orang-orang di antara kami yang lebih patut dan lebih cekap untuk menjadi nabi atau rasul drp engkau. Tujuanmu dengan bercakap kosong dan kata-katamu hanyalah untuk mengejar kedudukan dan ingin diangkat menjadi kepala dan pemimpin bagi kaummu.Jika engkau merasa bahwa engkau sihat badan dan sihat fikiran dan mengaku bahwa engkau tidak mempunyai arah dan tujuan yang terselubung dalam dakwahmu itu maka hentikanlah usahamu menyiarkan agama barumu dengan mencerca persembahan kami dan nenek moyangmu sendiri.Kami tidak akan mengikuti jalanmu dan meninggalkan jalan yang telah ditempuh oleh orang-orang tua kami lebih dahulu.

Nabi Saleh menjawab: ” Aku telah berulang-ulang mengatakan kepadamu bahwa aku tidak mengharapkan sesuatu apapun drpmu sebagai imbalan atas usahaku memberi tuntunandan penerangan kepada kamu. Aku tidak mengharapkan upah atau mendambakan pangkat dan kedudukan bagi usahaku ini yang aku lakukan semata-mata atas perintah Allah dan drp-Nya kelak aku harapkan balasan dan ganjaran untuk itu. Dan bagaimana aku dapat mengikutimu dan menterlantarkan tugas dan amanat Tuhan kepadaku, padahal aku talah memperoleh bukti-bukti yang nyata atas kebenaran dakwahku.Jgnlah sesekali kamu harapkan bahawa aku akan melanggar perintah Tuhanku dan melalaikan kewajibanku kepada-Nya hanya semata-mata untuk melanjutkan persembahan nenek moyang kami yang bathil itu. Siapakah yang akan melindungiku dari murka dan azab Tuhan jika aku berbuat demikian? Sesungguhnya kamu hanya akan merugikan dan membinasakan aku dengan seruanmu itu.”

Setelah gagal dan berhasil menghentikan usaha dakwah Nabi Saleh dan dilihatnya ia bahkan makin giat menarik orang-orang mengikutinya dan berpihak kepadanya para pemimpin dan pemuka kaum Tsamud berusaha hendak membendung arus dakwahnya yang makin lama makin mendpt perhatian terutama dari kalangan bawahan menengah dalam masyarakat. Mrk menentang Nabi Saleh dan untuk membuktikan kebenaran kenabiannya dengan suatu bukti mukjizat dalam bentuk benda atau kejadian luar biasa yang berada di luar kekuasaan manusia.

Allah Memberi Mukjizat Kepada Nabi Saleh A.S.

Nabi Saleh sedar bahawa tentangan kaumnya yang menuntut bukti drpnya berupa mukjizat itu adalah bertujuan hendak menghilangkan pengaruhnya dan mengikis habis kewibawaannya di mata kaumnya terutama para pengikutnya bila ia gagal memenuhi tentangan dan tuntutan mrk. Nabi Saleh membalas tentangan mrk dengan menuntut janji dengan mrk bila ia berhasil mendatangkan mukjizat yang mrk minta bahwa mrk akan meninggalkan agama dan persembahan mrk dan akan mengikuti Nabi Saleh dan beriman kepadanya.

Sesuai dengan permintaan dan petunjuk pemuka-pemuka kaum Tsamud berdoalah Nabi Saleh memohon kepada Allah agar memberinya suatu mukjizat untuk membuktikan kebenaran risalahnya dan sekaligus mematahkan perlawanan dan tentangan kaumnya yang masih berkeras kepala itu. Ia memohon dari Allah dengan kekuasaan-Nya menciptakan seekor unta betina dikeluarkannya dari perut sebuah batu karang besar yang terdpt di sisi sebuah bukit yang mereka tunjuk.
Maka sejurus kemudian dengan izin Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pencipta terbelahlah batu karang yang ditunjuk itu dan keluar dari perutnya seekor unta betina.

Dengan menunjuk kepada binatang yang baru keluar dari perut batu besar itu berkatalah Nabi Saleh kepada mrk:” Inilah dia unta Allah, janganlah kamu ganggu dan biarkanlah ia mencari makanannya sendiri di atas bumi Allah ia mempunyai giliran untuk mendptkan air minum dan kamu mempunyai giliran untuk mendptkan minum bagimu dan bagi ternakanmu juga dan ketahuilah bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya bila kamu sampai mengganggu binatang ini.”
Kemudian berkeliaranlah unta di ladang-ladang memakan rumput sesuka hatinya tanpa mendpt gangguan. Dan ketika giliran minumnya tiba pergilah unta itu ke sebuah perigi yyang diberi nama perigi unta dan minumlah sepuas hatinya. Dan pada hari-hari giliran unta Nabi Saleh itu datang minum tiada seekor binatang lain berani menghampirinya, hal mana menimbulkan rasa tidak senang pada pemilik-pemilik binatang itu yang makin hari makin merasakan bahwa adanya unta Nabi Saleh di tengah-tengah mereka itu merupakan gangguan laksana duri yang melintang di dalam kerongkong.

Dengan berhasilnya Nabi Saleh mendtgkan mukjizat yang mrk tuntut gagallah para pemuka kaum Tsamud dalam usahanya untuk menjatuhkan kehormatan dan menghilangkan pegaruh Nabi Saleh bahkan sebaliknya telah menambah tebal kepercayaan para pengikutnya dan menghilang banyak keraguan dari kaumnya. Maka dihasutlah oleh mrk pemilik-pemilik ternakan yang merasa jengkel dan tidak senang dengan adanya unta Nabi Saleh yang merajalela di ladang dan kebun-kebun mrk serta ditakuti oleh binatang-binatang peliharaannya.

Unta Nabi Saleh Dibunuh

Persekongkolan diadakan oleh orang-orang dari kaum Tsamud untuk mengatur rancangan pembunuhan unta Nabi Saleh. Dan selagi orang masih dibayangi oleh rasa takut dari azab yang diancam oleh Nabi Saleh bila untanya diganggu di samping adanya dorongan keinginan yang kuat untuk melenyapkan binatang itu dari atas bumi mrk, muncullah tiba-tiba seorang janda bangsawan yang kaya raya menawarkan akan menyerah dirinya kepada siapa yang dpt membunuh unta Saleh. Di samping janda itu ada seorang wanita lain yang mempunyai beberapa puteri cantik-cantik menawarkan akan menghadiahkan salah seorang dari puteri-puterinya kepada orang yang berhasil membunuh unta itu.

Dua macam hadiah yyang menggiurkan dari kedua wanita itu di samping hasutan para pemuka Tsamud mengundang dua orang lelaki bernama Mushadda’ bin Muharrij dan Gudar bin Salif berkemas-kemas akan melakukan pembunuhan bagi meraih hadiah yang dijanjikan di samping sanjungan dan pujian yang akan diterimanya dari para kafir suku Tsamud bila unta Nabi Saleh telah mati dibunuh.
Dengan bantuan tujuh orang lelaki lagi bersembunyilah kumpulan itu di suatu tempat di mana biasanya di lalui oleh unta dalam perjalanannya ke perigi tempat ianya minum. Dan begitu unta-unta yang tidak berdosa itu lalu segeralah dipanah betisnya oleh Musadda’ yang disusul oleh Gudar dengan menikamkan pedangnya di perutnya.

Dengan perasaan megah dan bangga pergilah para pembunuh unta itu ke ibu kota menyampaikan berita matinya unta Nabi Saleh yang mendpt sambutan sorak-sorai dan teriakan gembira dari pihak musyrikin seakan-akan mrk kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan yang gilang gemilang.
Berkata mrk kepada Nabi Saleh:” Wahai Saleh! Untamu telah amti dibunuh, cubalah datangkan akan apa yang engkau katakan dulu akan ancamannya bila unta itu diganggu, jika engkau betul-betul termasuk orang-orang yang terlalu benar dalam kata-katanya.”

Nabi Saleh menjawab:” Aku telah peringatkan kamu, bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya atas kamu jika kamu mengganggu unta itu. Maka dengan terbunuhnya unta itu maka tunggulah engkau akan tibanya masa azab yang Allah talah janjikan dan telah aku sampaikan kepada kamu.Kamu telah menentang Allah dan terimalah kelak akibat tentanganmu kepada-Nya.Janji Allah tidak akan meleset .Kamu boleh bersuka ria dan bersenang-senang selama tiga hari ini kemudian terimalah ganjaranmu yang setimpal pada hari keempat. Demikianlah kehendak Allah dan taqdir-Nya yang tidak dpt ditunda atau dihalang.”

Ada kemungkinan menurut sementara ahli tafsir bahwa Allah melalui rasul-Nya Nabi Saleh memberi waktu tiga hari itu untuk memberi kesempatan, kalau-kalau mrk sedar akan dosanya dan bertaubat minta ampun serta beriman kepada Nabi Saleh kepada risalahnya.
Akan tetapi dalam kenyataannya tempoh tiga hari itu bahkan menjadi bahan ejekan kepada Nabi Saleh yang ditentangnya untuk mempercepat datangnya azab itu dan tidak usah ditangguhkan tiga hari lagi.

Turunnya Azab Allah Yang Dijanjikan

Nabi Saleh memberitahu kaumnya bahwa azab Allah yang akan menimpa di atas mrk akan didahului dengan tanda-tanda, iaitu pada hari pertama bila mrk terbangun dari tidurnya akan menemui wajah mrk menjadi kuning dan berubah menjadi merah pada hari kedua dan hitam pada hari ketiga dan pada hari keempat turunlah azab Allah yang pedih.
Mendebgar ancaman azab yang diberitahukan oleh Nabi Saleh kepada kaumnya kelompok sembilan orang ialah kelompok pembunuh unta merancang pembunuhan atas diri Nabu Saleh mendahului tibanya azab yang diancamkan itu.Mrk mengadakan pertemuan rahsia dan bersumpah bersama akan melaksanakan rancangan pembunuhan itu di waktu malam, di saat orang masih tidur nyenyak untuk menghindari tuntutan balas darah oleh keluarga Nabi Saleh, jika diketahui identiti mrk sebagai pembunuhnya. Rancangan mrk ini dirahsiakan sehingga tidak diketahui dan didengar oleh siapa pun kecuali kesembilan orang itu sendiri.

Ketika mrk datang ke tempat Nabi Saleh bagi melaksanakan rancangan jahatnya di malam yang gelap-gulita dan sunyi-senyap berjatuhanlah di atas kepala mereka batu-batu besar yang tidak diketahui dari arah mana datangnya dan yang seketika merebahkan mrk di atas tanah dalam keadaan tidak bernyawa lagi. Demikianlah Allah telah melindingi rasul-Nya dari perbuatan jahat hamba-hamba-Nya yang kafir.
Satu hari sebelum hari turunnya azab yang telah ditentukan itu, dengan izin Allah berangkatlah Nabi Saleh bersama para mukminin pengikutnya menuju Ramlah, sebuah tempat di Palestin, meninggalkan Hijir dan penghuninya, kaum Tsamud habis binasa, ditimpa halilintar yang dahsyat beriringan dengan gempa bumi yang mengerikan.

Kisah Nabi Saleh Dalam Al-Quran

Kisah Nabi Saleh diceritakan oleh 72 ayat dalam 11 surah di antaranya surah Al-A’raaf, ayat 73 hingga 79 , surah ” Hud ” ayat 61 sehingga ayat 68 dan surah ” Al-Qamar ” ayat 23 sehingga ayat 32.

Pengajaran Dari Kisah Nabi Saleh A.S.

Pengajaran yang menonjol yang dpt dipetik dari kisah Nabi Saleh ini ialah bahwa dosa dan perbuatan mungkar yang dilakukan oleh sekelompok kecil warga masyarakat dpt berakibat negatif yang membinasakan masyarakat itu seluruhnya.
Lihatlah betapa kaum Tsamud menjadi binasa, hancur dan bahkan tersapu bersih dari atas bumi karena dosa dan pelanggaran perintah Allah yang dilakukan oleh beberapa gelintir orang pembunuh unta Nabi Saleh A.S.
Di sinilah letaknya hikmah perintah Allah agar kita melakukan amar makruf nahi mungkar. Karena dengan melakukan tugas amar makruf nahi mungkar yang menjadi fardu kifayah itu, setidak-tidaknya kalau tidak berhasil mencegah kemungkaran yang terjadi di dalam masyarakat dan lindungan kita ,kita telah membebaskan diri dari dosa menyetujui atau merestui perbuatan mungkar itu

Bersikap pasif acuh tak acuh terhadap maksiat dan kemungkaran yang berlaku di depan mata dapat diertikan sebagai persetujuan dan penyekutuan terhadap perbuatan mungkar itu.

Nabi Muhammad Dalam Pandangan Agama Lain

Ada anggapan di sebagian non-Muslim bahwa Muhammad saw hanyalah seorang nabi yang diutus untuk bangsa Arab saja. Sebagaimana Yesus (Isa as) yang diutus untuk Bani Israil, maka demikian juga Nabi Muhammad diutus hanya untuk bangsa Arab. Pendapat lainnya menilai bahwa Muhammad bukanlah seorang nabi melainkan orang yang melangkah di jalan kenabian. Pandangan ini diyakini oleh Timothy dari Gereja Nestorian, seperti yang diungkapkan Alwi Shahab dalam pengantar buku Muhammad & Isa (Mizan: 1999). Timothy menyebutnya sebagai seorang yang berjalan di tapak para nabi—walau tidak secara khusus mengakui Muhammad saw sebagai nabi.
Dalam satu sisi anggapan ini tentu baik. Sebab, kita sadar bahwa jika seorang pemeluk Kristen mengakui Muhammad sebagai nabi yang diutus untuk segenap manusia, niscaya pengakuan semacam ini akan merontokkan fondasi keyakinan Kristen yang dianutnya. Belakangan muncul kajian-kajian atas tradisi agama lain seperti Kristen, Hindu dan Budha yang banyak mengungkapkan nubuat-nubuat seputar kelahiran dan kemunculan Nabi saw berikut karakter pribadinya. Umpamanya, melalui telaah mendalam atas Yesaya 42 dari tradisi Kristen didapatkan bahwa sosok yang diceritakan dalam pasal itu mengisyaratkan kepada Nabi Muhammad saw. Demikian pula dalam tradisi Hindu dan Budha. Dijumpai dalam kitab-kitab mereka akan adanya utusan akhir zaman yang akan menyelamatkan manusia. Secara sepintas di bawah ini akan disajikan—meski selintas—nubuat dari tiga tradisi itu.
Tradisi Kristen
Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa. (Yesaya 42: 1) Dalam ayat ini, jika kita menganggap “orang pilihan-Ku” sebagai kata benda maka pilihan-Ku = pilihan Tuhan = Mushthafa (dalam bahasa Arab), yakni nama nabi kita Muhammad saw. Semua nabi setelah Ya’qub as yang disebutkan dalam Injil diutus untuk bangsa Israel bukan semua bangsa. Ini termasuk Yesus (Isa) (lihat Matius15: 21-26, Matius 10: 5-6 dan banyak lagi). Adapun Isa as tidak cukup lama tinggal di bumi untuk melakukan misinya. Namun Muhammad saw diutus untuk semua bangsa dan membawa pesan dan keputusan kepada bangsa-bangsa. Selanjutnya dalam Yesaya 42: 2 dikatakan: “Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan.” Kata “tidak menangis” diartikan sebagai “tidak mengeluh terhadap tugas yang Aku embankan kepadanya”. Sekarang jika Anda membaca Injil Matius 26: 39-42, kita tidak bisa mengatakan bahwa Isa as tidak pernah mengeluh. Artinya, ayat ini tidak cocok diterapkan kepada Isa as. Namun jika Anda membaca sejarah kehidupan Muhammad saw, kita tidak bisa mendapatkan bahkan satu kalimat keluhan yang keluar dari lisan suci Nabi Muhammad saw tentang misi yang dipikulkan oleh Allah Yang Mahakuasa. “Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya.” (Yesaya 42: 4). Sejarah menceritakan kepada kita bahwa Yesus (Isa as) tidak sampai merampungkan misinya yang telah berlangsung selama tiga tahun. Pembaca bisa menemukan hal ini di banyak tempat dalam Perjanjian Baru. Ia pun tidak bisa menegakkan hukum di muka bumi, karena pengikutnya sedikit dan mereka punya sedikit iman (ini pun bisa ditemukan di banyak tempat dalam Perjanjian Baru). Dan mereka “meninggalkannya dan kabur” ketika tentara Romawi menahan Yesus. Ia sendiri berkata, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini.” (Yohanes 18: 36).
Sebaliknya, misi Muhammad saw berhasil dengan tegaknya sebuah negara dan mengatur dengan hukum yang diberikan oleh Allah. Karena itu, ia menegakkan hukum di muka bumi, di bumi Madinah al-Munawarrah. Dalam frase tersebut disebutkan bahwa Tuhan menyebutkan “hukum-nya” dan ayat 9 menyebutkan “Nubuat-nubuat yang dahulu sekarang sudah menjadi kenyataan”. Ini artinya ia (nabi baru) akan membawa hukum baru. Tapi jika kita baca Injil, kita lihat bahwa Yesus berkata dalam Matius 5:17: “Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” Jika kita baca lebih jauh, kita paham bahwa Yesus tidak datang dengan hukum baru. Sementara Muhammad saw datang dengan hukum baru.
Kejelasan akan datangnya Muhammad saw lebih terbaca lagi dalam Yesaya 42: 8 yang berbunyi: Aku ini TUHAN, itulah nama-Ku; Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain atau kemasyhuran-Ku kepada patung. Melihat konteks sejarahnya, kita lihat bahwa perkataan Tuhan ditujukan kepada Muhammad saw dan bukan Isa as.
Alasannya, Isa as datang untuk bangsa Israel dan mereka tidak menyembah berhala. Adapun Muhammad saw datang kepada kaum Arab yang menyembah berhala pada masa Jahiliah. Seterusnya, Nabi Muhammad saw menghancurkan berhala. Jika kita membaca Yesaya 42: 17, hal itu akan dipahami lebih jelas. “Baiklah mereka memberi penghormatan kepada TUHAN, dan memberitakan pujian yang kepada-Nya di pulau-pulau.” (Yesaya 42: 12). Ayat ini mengacu kepada lafaz azan sebagai panggilan shalat. Makna azan mengandung puji-pujian kepada TUHAN. Ayat ini secara implisit merujuk kepada kandungan azan Islam yang memuat nama Allah dan Nabi Muhammad saw. Sebagaimana terlihat, azan bergaung di mana-mana menyerukan nama Allah dan Rasul-Nya yang tiada keturunan Ibrahim as dari jalur Ismail as. Nabi Isa as sendiri keturunan Ishak (Rujuk Kejadian 25: 13-16) Jelaslah, ayat ini (ayat 11) tidak sedang membincangkan Isa as melainkan Muhammad saw.
Jika Anda melihat ritual Muslim (khususnya haji), Anda akan melihat kota-kota tersebut (Makkah dan Madinah) menyaringkan suara mereka (azan) dan orang-orang menyeru dan memuji Allah dari puncak gunung, khususnya Bukit Arafah. Tentang azan sendiri, Anda bisa melihat bahwa di setiap negeri Muslim, orang-orang diseru untuk shalat melalui panggilan azan yang mirip nyanyian. Bahkan jauh dari kota, Anda bisa mendengar azan ini. Makna azan itu sendiri adalah: Allah Mahabesar, Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, Aku bersaksi Muhammad adalah utusan Allah, Dan seterusnya.
Tradisi Budha
Dalam tradisi Budha, pemimpinnya sendiri Sidharta Gautama telah meramalkan kedatangan seorang manusia yang diberi wahyu. Dalam Doktrin Budha (The Gospel of Buddha) oleh Caras (hal.217-8) tercantum bahwa Budha agung yang akan datang ke dunia ini dikenal sebagai “Maitreya”. Cakkavatti-Sihanada Suttana memberinya nama “Meteyya”. Kedua kata ini bermakna “pemberi rahmat”. Dengan merujuk kepada sejarah kehidupan Muhammad saw, kentara sekali beliau adalah orang sangat penyayang dan al-Quran juga menyebut-nyebut fakta ini.
Ada sejumlah kesamaan lebih jauh, seperti yang terbaca dalam kitab suci kaum Budha: “Para pengikutnya (Maitreya) berjumlah ribuan orang, sementara jumlah pengikutku ratusan orang.” Faktanya, pengikut Nabi Muhammad saw berjumlah ribuan orang (sekarang tentunya jutaan). Ada sejumlah kesamaan lain yang akan diuraikan di bawah.
Dalam Doktrin Budha (oleh Caras, hal.214), seorang Budha yang tercerahkan itu dilukiskan sebagai memiliki kulit yang amat terang dan bahwa seorang Budha memperoleh “pandangan yang luhur di malam hari”. Dalam kenyataan sejarah, Nabi saw acap melakukan shalat malam (tahajjud) sebagai pantulan cintanya yang mendalam kepada Sang Pencipta. Selama hayatnya, Nabi saw tidak pernah meninggalkan shalat malam. Buahnya, beliau mendapatkan pandangan yang tajam untuk merekonstruksi peradaban baru manusia, peradaban Islam.
Dalam Si-Yu-Ki, jilid 1, hal.229, tertulis bahwa “…tak satu kata pun yang mampu menguraikan kemuliaan pribadi Maitreya.” Pembaca bisa merujuk sejarah Islam secara detail. Baik Muslim maupun non-Muslim sepakat dalam menegaskan bahwa Muhammad saw sangatlah rupawan dan menarik baik dari sisi lahiriah maupun batiniah. Ketegasan dan kelembutan pribadi beliau memanifestasikan sifat-sifat Tuhannya. Inilah yang menyulitkan pemaparan kemulian pribadi Nabi saw. Dalam kitab dan jilid yang sama, tercantum “…suara indah dari Bodhisatwa (Maitreya) begitu lembut, merdu, sekaligus santun. Mereka yang mendengar tidak pernah merasa bosan dan puas.” Nabi saw yang lahir dari kalangan Arab tentunya paham benar akan bahasa Arab. Dan, bahasa Arab yang digunakan al-Quran luar biasa indahnya. Karena itu, al-Quran Suci sendiri dinilai sebagai suatu karya kesusastraan khusus dengan bobot tertinggi yang memberikan manfaat kepada kawan dan lawan. Kelembutan Nabi saw dan keindahan bahasa al-Quran menjadikan setiap perkataan Nabi saw tidak pernah dikenai rasa bosan dan letih untuk disimak.
Seorang Budha mestilah seorang manusia—bukan dewa. Sang Budha tersebut mesti memiliki lima karunia khusus, yakni karunia harta kekayaan, karunia anak, karunia istri, karunia kekuasaan (yakni kepemimpinan), dan karunia kehidupan dan pengikut. Sebagai tambahan, Budha tersebut tidak punya guru, yakni tanpa menempuh suatu jenjang pendidikan formal. Gautama juga menekankan bahwa Budha itu seorang yang bersahaja yang mengatakan keselamatan itu hanya tergantung pada amal perbuatan individu.
Ciri-ciri di atas jelas senapas dengan kehidupan Nabi Muhammad saw. Kita saksikan bahwa Nabi saw seorang yang memiliki lima hal tadi. Nabi saw memiliki keturunan yang banyak sampai sekarang. Di antaranya ada yang menjadi para pemimpin (imam) bagi kaum Muslim. (Tentang keturunan yang banyak ini, baca Kejadian 12: 2, 3, 7 dan Kejadian 16: 9-11, sewaktu membahas perjanjian antara Nabi Ibrahim (Kristiani; Abraham) dan Tuhan. Akhirnya, Nabi saw sendiri tidak pernah belajar sama sekali dari seorang guru pun. Ilmu yang beliau dapatkan murni dari Allah sebagai buah perenungannya akan kenya-taan semesta ditambah kesucian jiwanya.
Tradisi Hindu
Sebagaimana dalam dua tradisi agama di atas, dalam kitab suci Hindu pun ditemukan hal yang sama mengenai ciri-ciri yang mengarah kepada Nabi saw. Seorang profesor Hindu terkenal, Vedaprakash Upadhyay, dalam bukunya yang menarik mengklaim bahwa deskripsi “Avatar” yang terdapat pada kitab suci agama Hindu sejalan dengan pribadi Nabi Muhammad saw.
Baru-baru ini sebuah buku yang menyingkap fakta tersebut telah diterbitkan. Buku itu menjadi topik diskusi dan perbincangan di seluruh negeri. Penulis buku itu seorang Muslim. Ia mungkin telah ditahan atau dibunuh. Boleh jadi semua salinan buku itu telah dihilangkan. Buku itu bertajuk “Kalki Avatar”. Pundit Vedaprakash Upadhyay adalah seorang Hindu Brahmana dari Bengali. Sarjana peneliti di Universitas Allahabad—setelah bertahun-tahun melakukan riset—akhirnya menerbitkan bukunya.
Keterangan dari Pundit Vaid Parkash telah disiarkan di BICNews pada 8 Desember 1997 yang diterjemahkan oleh Mir Abdul Majeed. Sebelumnya, pernah dimuat di The Message, edisi Oktober 1997. Tidak kurang 8 pundit besar mendukung dan merestui butir-butir argumennya sebagai yang otentik. Menurut kepercayaan Hindu, dunia Hindu tengah menunggu “Pemimpin dan Pembimbing”, yang bernama “Kalki Avatar”. Akan tetapi deskripsi yang dicantumkan dalam kitab-kitab suci agama Hindu merujuk kepada Nabi Muhammad saw dari Arab. Karena itu, umat Hindu di seluruh dunia semestinya tidak menunggu lebih lama lagi kedatangan ‘Kalki Avatar’ dan harus menerima Nabi Muhammad saw sebagai Kalki Avatar. Inilah fakta-fakta yang diuji dan didukung oleh tidak kurang dari delapan pundit terkemuka. Apa yang dikatakan penulis adalah bahwa umat Hindu—yang masih harap-harap cemas menunggu kedatangan Kalki Avatar—agaknya menyerahkan diri mereka sendiri kepada penderitaan yang tak kunjung usai. Padahal utusan agung tersebut telah datang dan meninggalkan dunia ini 14 abad yang silam. Pengarang tersebut telah mengajukan bukti-bukti kuat dari kitab Veda dan kitab suci Hindu lain untuk mendukung klaimnya: Dalam kitab Purana, misalnya, disebutkan bahwa Kalki Avatar merupakan utusan terakhir di dunia ini. Ia memberi petunjuk seluruh manusia. Nabi Islam saw diutus bagi segenap manusia. Bukan untuk salah satu golongan. Menurut prediksi agama Hindu, kelahiran Kalki Avatar akan terjadi di Semenanjung (yang menurut agama Hindu kawasan Arab). Ini ramalan yang sesuai dengan faktanya di mana Islam lahir di kawasan Arab.
Masih dalam kitab-kitab Hindu juga, nama ayah dan ibu Kalki Avatar masing-masing adalah Vishnubhagath dan Sumaani. Jika kita menilik arti kedua nama tersebut, kita akan mendapatkan kesimpulan yang menarik. Dalam kosakata Hindu, Vishnu artinya Allah dan Bhagath artinya hamba. Kalau digabung berarti hamba Allah yang dalam bahasa Arab berarti Abdullah. Ia adalah ayah Nabi saw.
Sumaani artinya kedamaian atau ketenteraman. Dalam bahasa Arab sepadan dengan kata Aminah (‘kedamaian’) yang tiada lain adalah nama ibunda Nabi saw. Selanjutnya, dinyatakan dalam kitab Veda, kelahiran Kalki Avatar akan terjadi di tengah klan keluarga bangsawan. Jelas ini merujuk ke suku Quraisy di mana Nabi saw dilahirkan. Dalam kitab yang sama, Tuhan akan mengajar Kalki Avatar melalui utusan (malaikat)-Nya di dalam gua. Ini sesuai dengan riwayat kehidupan Nabi saw. Allah mengajar Nabi Muhammad saw melalui malaikat Jibril, dalam suatu gua yang disebut Gua Hira. Tuhan pun menyiapkan Kalki Avatar dengan bantuan-Nya. Ini secara jelas terbukti dalam Perang Uhud. Semua hal itu menjadi segelintir bukti yang mengisyaratkan universalitas pribadi Muhammad saw dan agamanya: Islam.

agung wahyudi

CARA MENDIDIK ANAK

( ااتقواالله واعجلوافي أولادكم ) (( حديث متفق عليه ))

DIPERUNTUKAN

1. Kepada setiap Ibu dan Ayah yang menginginkan kebahagiaan untuk anak-anak mereka
2. Kepada para pendidik yang mereka menjadi tauladan bagi para anak didiknya
3. Kepada para penuntut ilmu yang menginginkan kemenangan
4. Kepada Orangtua dan anak semuanya yang mereka mendahulukan risalah ini

Saya berharap kepada Alloh agar dapat memberi manfa’at kepada para pembaca dan menjadikannya ikhlas karena mengharap wajah Alloh.

Muhammad Jamil Zainu

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji hanya bagi Alloh kita memuji, meminta pertolongan dan memohon ampunanNYA, seta kita berlindung dari kejahatan diri kita dan keburukan amal kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Alloh maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barang siapa yang disesatkan maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk, Saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhaq disembah kecuali Alloh dan Saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan Rosul-Nya.
Adapun setelah itu : Maka sesungguhnya kedudukan pendidikan anak adalah perkara yang sangat penting sekali, hal itu berkaitan erat dengan kebaikan anak dan orang tua sekaligus, bahkan berkaitan dengan generasi yang akan datang, karena itu Islam sangat memperhatikan maslah ini, juga para pendidik juga pemimpinnya para Rosul pendidik, Muhammad j, yang Alloh mengutusnya untuk mengjarkan dan meluruskan kepada segenap para orangtua, dan anak-anak, agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Maka dari itu kita menemui didalam Al Qur’an yang mulia yang didalamnya terdpat kebaikan bagi kita dan kemenangan bagi kita Alloh Yang Maha Tinggi menyebutkan kisah-kisah yang mendidik yang sangat bermanfaat seperti kisahnya luqman al hakim yang dia sedang menasehati kepada anaknya dengan nasihat yang sangat bermanfaat lagi penting. Dan Rosululloh j menanamkan kepada diri anak pamanya yaitu Abdulloh bin Abbas d aqidah tauhid sejak dari kecil, Maka kelak para pembaca akan mendapati semuanya, baik hal-hal yang wajib diketahui oleh orang tua dan anak-anak sekaligus, dan juga kewajiban para anak kepada kedua orang tuanya didalam risalah ini.

Muhammad bin Jamil Zainu

وصايا لقمان الحكيم لابنه
Alloh SWT berfirman dalam surat Al Luqman ayat 13

      
13. dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya.

Ini adalah wasiat yang bermanfaat mengenai Luqman Al Hakim yang Alloh kisahkan

Wasiat Pertama :
         
13.: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.

Jauhi Kesyirikan dalm beribadah, seperti berdo’a kepadan mayit atau orang yang jauh darinya
Sungguh Rosululloh j telah bersabda : ( الدعاء هوالعبادة )
( رواه البخر وقال صحيح )
Dan ketika diturunkan firman Alloh Ta’ala :
      
82. orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik).

Maka kaum muslimin ( shohabat ) ragu, dan mereka berkata siapa diantara kami yang tidak berbuat dzolim terhadap diri sendiri?
Maka Rosululloh j menjelaskan kepada para shohabat, bukan begitu maksudnya, yang dimaksud dari ayat tadi adlah perbuatan syirik, apakah kalian tidak ingat tentang perkatan luqman kepada anaknya? :

          
13. “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.

Wasiat Kedua :

     •            
14. dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

[1180] Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.

Kemudian menyebutkan wasiatnya kepada anaknya untuk beribadah hanya kepada Alloh saja dan berbuat baik kepada kedua orangtua untuk menghormati haq keduanya, adapun ibu adalah orang yang mengadungnya dengan kesusahan, sedangkan ayah yang mencukupinya dengan memberikan nafkah. Maka kewajiban seorang anak adalah bersyukur kepada Alloh dan kepada kedua orangtuanya

Wasiat Ketiga :

                   •             
15. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

Ibnu Katsir berkata mengenai makna ayat tersebut :
Yaitu jika mereka memaksamu untuk mengikuti agama mereka, maka janganlah kamu menerimanya, dan jangan pula menghalangi kamu untuk mempergauli mereka di dunia dengan baik yaitu berbuat ihsan kepada keduanya, dan tetap mengikuti jalannya orang-orang yang beriman.
Dan saya katakan : hal ini sesuai dengan sabda Nabi j
( لا طاعة لأحد في معصية الله إنماالطاعة في المعروف ) (( رواه البخري ومسلم ))

Wasiat Keempat :

 •                    •    
16. (Luqman berkata): “Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus[1181] lagi Maha mengetahui.

[1181] Yang dimaksud dengan Allah Maha Halus ialah ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu bagaimana kecilnya.

Ibnu Katsir berkata : Sesungguhnya kedzoliman atau keslahan walaupun seberat biji sawi maka Alloh akan menghadirkannya pada hari kiamat ketika diletakkanya timbangan keadilan, dan Alloh akan membalasnya, jika kebaikan maka akan dibalas kebaikan jika keburukan maka akan dibalas dengan keburukan pula.

Wasiat Kelima :

   
17. Hai anakku, dirikanlah shalat

Yaitu dengan menunaikan ketetapan-ketetapannya, rukun-rukunnya dan juga waktunya.

Wasiat Keenam :

     
17. Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar

Yaitu dengan penyampaian yang baik dan lemah lembut sesuai dengan kadarnya, ( situasi dan kondisi )

Wasiat Ketujuh :

     
17. dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.

Sudah diketahui pada umumnya, bahwsanya memerintahkan kepada yang baik dan mencegah daripada uang munkar maka akan mendapatkan konsekwensi berupa gangguan dan rintangan dari manusia, maka diperintahkan untuk bersabar, sebagaimana sabda Rosululloh j :
( المؤمن الذي يخالط الناس ويصبر على أذاهم, أفضل من المؤمن الذي لايخالط الناس ولايصبر على أذاهم ) (صحيح رواه احمد وغيره )

 •     
17. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

Yaitu besabar akan adanya rintangan dari manusia adalah termasuk perkara yang diwajibkan oleh Alloh SWT

   •• 
18. dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)

Janganlah kamu menampakan wajahmu ketika berbicara kepada orang lain atau mereka berbicara kepadamu dengan merendahkannya dan menyombongkan diri kepada mereka akan tetapi lembutkanlah dan mudahkanlah wajahmu kepada mereka. Dan bersbda Rosululloh j :
( ولو أن تلقى أخاك ووجهك إليه منبسط, وإباك وإسبال الإزار فإنها من المخية, والمخيلة لايحبهاالله ) (صحيح رواه احمد )
Seandainya engkau bertemu saudaramu maka mudahkanlah wajahmu kepadanya, dan jauhilah olehmu isbal dalam berpakaian, karena hal itu termasuk dari kesombongan, dan Alloh tidak menyukai kesombongan.
Dan Nabi j uga bersambda :
( تبسمك في وجه أخيك لك صدقة ) (صحيح رواه الترمذي وغيره )
Berseri-serinya wajahmu kepada saudaramu adalah shodaqoh

Wasiat kesembilan :

 •   •  
18. Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Yaitu dengan sombong, angkuh, takabur, menentang kebenaran. janganlah engkau melakukan hal itu karena Alloh SWT akan murka kepadamu.

Wasiat kesepuluh :

Dalam hal ini Alloh SWT berfirman :
 •    •   
18. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Ibnu Katsir menyebutkan : Yaitu orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri dihadapan orang lain.

Wasiat kesebelas :

   
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan [1182]

[1182] Maksudnya: ketika kamu berjalan, janganlah terlampau cepat dan jangan pula terlalu lambat.

Yaitu berjalanlah sesuai dengan tujuan, jangan terlalu lambat sehingga terlambat, dan jangan terlalu cepat sehingga terlalu mendahului, akan tetapi imbdang dan adil yaitu tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.

Wasiat keduabelas :

    
19. Dan lunakkanlah suaramu.
Yaitu tidak berteriak atau mengangkat suara melebihi dari kebutuhan dan manfaat yang didapat padanya.

Wasiat ketigabelas :

•     
19. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Berkata mujahid : Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara keledai
Yaitu orang yang meninggikan suaranya, menyerupai suara keledai dalam meninggikan dan mengangkat suaranya, dan bersama hal ini membuat Alloh benci, dan hal ini menyerupai kepada keledai, yang telah ditetapkan keharamannya, dan darahnya sampai kedarahnya, karena Rosululloh j bersabda :

( ليس لنا مثل السوء, العائد في هبته كالكلب يعود في قيئه ) ( رواه البخري ) أ

Bukanlah golongan kami orang-orang yang berbuat jelek, yaiitu orang-orang yang biasa melakukan kejelekan sebagai kebiasaan seperti seokr anjing yang menggonggong

ب ( إذاسمعتم صياح الديكة, فسلواالله من فضله, فإنها رأت ملكا, وإذاسمعتم نهيق الحمار فتعوذواالله من الشيطان, فإنها رإت شيطانا ) (متفق عليه )
Jika engkau mendengar suara koko ayam, maka mintalah kepada Alloh dari keutamaanNYA, kerana dia sedang melihat malaikat. Dan jika engkau mendengar ringkikan keledai maka mintalah perlindungan kepada Alloh dari kejahatan syetan, karena sesungguhnya dia sefang melihat syetan.

PETUNJUK PETUNJUK DARI AYAT-AYAT AL QUR’AN

1. Disyariatkanya orangtua memberikan wasiat kepada anak-anaknya dengan sesuatu yang bermanfaat baik didunia maupun di akhirat.
2. Memulai dengan tauhid dan peringatan akan bahaya syirik karena kesyirikan adalah kedzoliman yang besar yang dapat menghapuskan amal.
3. Wajibnya bersyukur kepada Alloh, dan berterimakasih kepada kedua orang tua serta berbuat baik kepada keduanya dan menyambung silaturahmi dengan keduanya.
4. Wajibnya mentaai kedua orangutan selama tidak untuk bermaksiat kepada Alloh SWT, sebagaimana sabda Rosululloh SAW :

( لا طاعة لأحد في معصية الله إنما الطاعة في المعروف ) (( متفق عليه ))
5. Wajibnya mengikuti jalannya kaum mu’minin yang bertauhid dan haramya mengikuti ahlul bid’ah.
6. Mendekatkan diri kepada Alloh, baik secara sembunyi maupun terang-terangan, dan tidak meremehkan perbuatan baik maupun buruk meskipun sedikit atau kecil.
7. Wajibnya mendirikan sholat dengan menunaikan rukun-rukunnya wajib-wajibnya dan tuma’ninah dalam mengamalkannya.
8. Wajibnya menyeru kepada yang baik dan mencegah dari perbuatan yang munkar berdasarkan ilmu, dan berlemah lembut sesuai dengan kemampuan, dengan hikmah dan nasehat yang baik. Sebagaimana sabda Rosululloh SAW :

( من رأى منكم منكرا فليغيره بيده, فإن لم يستطع فبلسانه, فإن لم يستطع فبقلبه, وذالك أضعف الإمان ) (( رواه مسلم ))
9. Bersabar ketika mendapatkan rintangan dalam menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran, karena hal ini adalah perkara yang diwajibkan.
10. Dilarang sombong lagi membanggakan diri ketika berjalan.
11. Adil ketika berjalan, yaitu jangan terlalu cepat dan jangan terlalu lambat.
12. Jangan meninggikan suara melebihi kebutuhannya, karena itu merupakan kebiasaan keledai.
13. adil dalam semua perkara.

WASIAT PENTING NABI

Dari Ibnu Abbas RA berkata : pada suatu hari aku membonceng dibelakang Nabi SAW, beliau berkata kepadaku seraya menasehatiku:

ا حفظ الله يحفظك
1. Jagalah Alloh, maka Alloh akan menjagamu
( maksudnya melaksanakan perintah-perintah Alloh, dan menjauhi larangan-larangan-Nya maka Alloh akan akan menjagamu dalam urusan duniamu dan akhiratmu.

ا حفظ الله تجده تجاهك ( أمامك ) :

2. Jagalah syariat Alloh dan tunaikan hak-hakNya maka engkau akan mendapati pertolongan Alloh.

اذا سألت فاسأل الله, واذااستعنت فاستعن بالله :

3. Jika engkau meminta pertolongan atas perkara dari perkara dunia maupun perkara akhirat maka mintalah pertolongan kepada Alloh, dan janganlah meminta pertolongan kepada yang tidak mampu melaksanakannya kecuali Alloh, seperti mengobati orang sakit, meminta rizki, yang hal itu merupakan kekususan bagi Alloh saja ( disebutkan oleh an nawawi dan al haitami )

واعلم أن الأمة لواجتمعت على أن ينفعك بشيئ لم ينفعوك إلا بشيئ قدكتبه الله لك, وإن انجتمعواعلى أن يضروك إلا بشيئ قد كتبه الله عليك :

4. Ketahuilah bahwasanya jika seluruh ummat berkumpul untuk memberikan suatu manfa’at kepadamu maka tidak akan mereka tiadak akan dapat memberikannya kepadamu kecuali apa-apa yang telah ditetapkan oleh Alloh kepadamu, dan apabila mereka berkumpul untuk memberikan mudhorot kepadamu maka mereka tidak akan dapat membahayakanmu kecuali apa-apa yang telah ditetapkan Alloh kepadamu.
( hal ini berkaitan dengan iman kepada takdir yang telah Alloh tetapkan kepada manusia baik yang baik maupun yang buruk )

رفعت الأقلام جفت الصحف : ( رواه الترمذ وقال حديث حسن صحيح )

5. Pena telah diangkat dan telah kering tinta

Bertawakal kepada Alloh tetapi harus tetap mengambil sebab akibat sebagaimana sabda Nabi SAW kepada seorang shohabat yang meninggalkan kendaraanya, :
( اعقلها وتوكل ) ikatlah dulu baru bertawakal hadits hasan riwayat tirmidzi :

( تعرف إلى الله في الرخاء يعرفك في الشدة :
6. Ingatlah Alloh diwaktu senggangmu, maka Alloh akan mengingatmu ketika masa sempitmu.

Tunaikan haq-haq Alloh dan manusia ketika waktu senggangmu maka mereka akan menolongmu diwaktu sempitmu.

واعلم أن ما أجطأك لم يكن ليصيبك, وما أصابك لم يكن ليخطئك :
7. Jika Alloh mencegahmu dari menerima sesuatu maka tidak akan yang dapat memberikannya kepadamu, dan jika Alloh berkehendak untuk memberikan sesuatu kepadamu maka tidak akan ada yang dapat menghalanginya.

واعلم أن النصر مع الصبر :

8. Ketahuilah bahwasanya pertolongan akan datang bersama kesabaran

Pertolongan terhadap bahaya musuh dan diri sendiri selalu

PENYIMPANGAN DALAM MENGIMANI TAUHID RUBUBIYYAH

Tauhid Rububiyyah adalah salah satu dari tiga macam tauhid yang di kenal dan disepakati oleh Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah, yaitu: Tauhid Rububi-yah, Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid Al-Asma’ wash-Shifat.
Mengenai ma’na Tauhid Rububiyyah ini, berkata Syaikh ‘Abdul-‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baaz rohimahulloh : “Adapun Tauhid Rububiyyah yaitu beriman bahwa Alloh subhanahu adalah Pencipta segala sesuatu dan Pengatur di se-gala sesuatu, tiada sekutu bagi-Nya dalam hal itu.”
Jenis Tauhid ini yaitu jenis tauhid yang diakui oleh semua makhluq, sebagai-mana dikatakan oleh Syaikh Sholih bin Fauzan Al-Fauzan : “ Tauhid Rububi yah adalah tauhid yang tertanam di dalam fithroh, hampir-hampir tidak ada perselisihan di antara makhluq tentangnya, sampai pun Iblis yang merupa-kan pimpinan kekafiran. Iblis berkata : رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِيْ ( Tuhanku, karena Engkau telah memvonis aku sesat …) , dan ia berkata pula : فَبِعِزَّتِكَ لأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِيْنَ ( Demi kemuliaan-Mu, sungguh aku akan sesatkan mereka (manusia) semuanya ) , sung guh Iblis telah mengakui Rububiyyah Alloh dan bersumpah dengan kemu- liaan Alloh. Demikian pula seluruh orang kafir, mereka mengakuinya, seperti Abu Jahal, Abu Lahab, dan para penggantinya dari kalangan para pemimpin kekafiran, mereka mengakui Tauhid Rububiyyah padahal mereka tetap pada keadaan kekafiran dan kesesatannya. Alloh jalla wa ‘alaa berfirman : وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اللهُ ( Sesungguhnya seandainya kamu bertanya kepada mereka ( orang-o-rang kafir ) : “Siapakah Yang telah menciptakan mereka ?”, mereka pasti akan menjawab : “Alloh.” ) …”
Seandainya ada pengingkaran, seperti yang terjadi pada Fir’aun dan mereka yang sejenis dengannya, maka pengingkaran tersebut semata-mata bersum-ber dari kesombongannya, bukan merupakan ungkapan hati mereka yang se-benarnya. Hal ini dapat dibuktikan ketika Fir’aun ditenggelamkan di lautan dan maut di depan matanya, Fir’aun pun berkata :
آمَنْتُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الَّذِيْ آمَنَتْ بِهِ بَنُوْا إِسْرَائِيْلَ , وَ أَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Aku beriman bahwasannya tidak ada yang berhak disembah kecuali Tuhan Yang disembah oleh Bani Isroil, dan aku termasuk orang yang muslim !”
( Qs. Yunus : 90 – 91 )
Demikianlah, kesombongan Fir’aun-lah yang menghalangi dia dan bala tenta ranya untuk mengakui Rububiyyah Alloh.
Tauhid Rububiyyah ini tidaklah memasukkan orang ke dalam Islam, karena secara naluriyah setiap insan pasti mengakuinya, sebagaimana penga-kuan Iblis, Fir’aun, Abu Jahal, Abu Lahab dan lain-lainnya. Bahkan kaum musyrikin arab yang menentang Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam pun me- ngakuinya yang pengakuan tersebut dapat disimak dalam talbiyah mereka :
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ , لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ إِلاَّ شَرِيْكًا هُوَ لَكَ وَ مَا مَلَكَ
“Aku datang memenuhi panggilan-Mu Ya Alloh, aku datang, tidak ada seku-tu bagi-Mu kecuali sekutu yang ia adalah milik-Mu sedang ia tidak memiliki”
Mereka melantunkan talbiyah ini ketika berhaji. Mereka menyembah Alloh, tetapi mereka pun menyembah Latta, ‘Uzza, Manat, Hubal dan Anshob. Pe-ngakuan Rububiyyah mereka tidak memasukkan mereka ke dalam Islam ka-rena mereka telah menyekutukan Alloh dalam Uluhiyyah / Ibadah.
Ketika orang-orang kafir mengakui dan mengimani Tauhid Rububiy yah, di kalangan umat Islam malah muncul penyimpangan terhadap Tauhid Rububiyyah ini. Di antara kelompok yang menyimpang yaitu golongan Dah-riyyah atau pemuja masa yang mengatakan :
مَا هِيَ إِلاَّ حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوْتُ وَ نَحْيَا وَ مَا يُهْلِكُنَا إِلاَّ الدَّهْرُ
“Kehidupan itu hanyalah kehidupan kami di dunia, kami mati dan kami hi-dup, dan tidak ada yang membinasakan kami kecuali masa.”
( QS. Al-Jatsiyah : 24 )
Mereka menyatakan bahwa yang mengatur kehidupan adalah masa atau wak tu. Termasuk ke dalam golongan sesat ini yaitu kaum Syuyu’iyyah ( atheis / komunis ) dan sebagian kaum filosof.
Golongan lainnya yang menyimpang dalam hal ini adalah Syi’ah sek-te Sabaiyyah yang menyatakan bahwa ‘Ali bin Abi Tholib adalah tuhan atau memiliki bagian dari ketuhanan, selalu hidup dan tidak pernah mati, dan ti-dak ada yang menguasainya. ‘Ali itulah yang datang di awan, guruh adalah suaranya, dan petir adalah senyumannya. Orang-orang yang mengikuti aliran ini pada zaman ‘Ali bin Abi Tholib memerintah ditangkap dan dihukum ba-kar oleh ‘Ali. Tetapi ketika mereka dibakar oleh ‘Ali, mereka malah menga-takan : “Tidaklah membakar kami kecuali tuhan kami !” Namun pencetus aliran ini, yaitu ‘Abdullah bin Saba’ berhasil meloloskan diri ke Madain.
Golongan lainnya yang menyimpang dalam hal ini yaitu sebagian go-longan shufi yang menganggap bahwa wali-wali Alloh bila telah mencapai de rajat wali Quthub atau wali Ghauts berarti telah diberi hak untuk ikut menga tur alam raya. Bahkan beberapa aliran shufi lainnya menyatakan bahwa se- seorang bisa menyatu dengan Alloh, dan pemahaman ini kemudian dikenal dengan nama Hululiyyah. Di antara tokohnya yaitu : Bayazid Al-Busthomi, Al-Hallaj, Suhrowardi, dan di Indonesia dikenal nama Syekh Siti Jenar. Dan pemahaman kafir ini dikembangkan lagi oleh Ibnu ‘Arobi dengan faham ke-satuan wujud ( wihdatul-wujud / Pantheisme ), yaitu pemahaman bahwa ti-dak ada wujud nyata di alam ini kecuali wujud Alloh. Alam ini memiliki dua sisi, sisi lahiriyyah disebut al-kholq ( makhluq ) dan sisi bathiniyyah disebut al-Kholiq ( Pencipta ). Maka bila Tuhan ingin melihat dirinya, cukup ia meli-hat alam karena pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara keduanya. Pe-mahaman sesat ini sekarang dipopulerkan dengan ungkapan “Tuhan ada di mana-mana.”
Penyimpangan lainnya adalah apa yang banyak dilakukan oleh pelan-tun sholawat-sholawat bid’ah, yaitu ketika mereka melantunkan sholawat na-riyyah atau sholawat tafrijiyyah, mereka berkata :
اللَّهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَ سَلِّمْ سَلاَمًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِيْ تَنْحِلُّ بِهِ الْعَقْدُ وَ تَنْفَرِجُ بِهِ الْكَرْبُ وَ تُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَ تُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَ حُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَ يُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الكَرِيْمِ ….
“Ya Alloh, berilah sholawat dan salam yang sempurna kepada tuan kami Mu hammad, yang dengannya akan terlepas segala buhul ikatan, akan terlepas se gala kesusahan, akan tertunai segala hajat, akan tercapai segala harapan dan husnul-khotimah, dan dengan wajahnya yang mulia awan mendung diminta agar mencurahkan air, …..”
Di sini Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam disejajarkan dengan Alloh ‘azza wa jalla dalam kemampuan Rububiyyah, mengatur beberapa urusan alam. Begi-tu pula isi yang dikandung dalam banyak sholawat bid’ah lainnya.
Penyimpangan lainnya yaitu terjadi pada orang-orang yang bekerja sa ma dengan jin, baik penyihir, ahli nujum, pemilik khodam jin atau khodam malaikat –padahal hakekatnya jin pula-, pemuja benda-benda dan tempat-tempat keramat dan sebagainya mereka meyakini bahwa jin, malaikat gadu-ngan, pusaka, kuburan, jimat dan lain-lainnya memiliki andil dalam menga-tur di alam ini, baik dengan mendatangkan manfa’at atau menolak bencana.
Demikianlah beberapa penyimpangan dalam mengimani Tauhid Ru-bubiyyah yang dilakukan oleh sebagian orang-orang muslim, padahal orang-orang kafir –kebanyakan mereka- tulus dan murni dalam mengimani Tauhid Rububiyyah, hanya saja mereka ingkar dengan Tauhid Uluhiyyah. Bila demi-kian maka kekafiran orang-orang muslim yang menyimpang dari Tuhid Ru-bubiyyah lebih parah dibandingkan dengan kekafiran orang musyrik di za-man Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam ! Mari kita segera bertaubat dan memperbaiki iman dan tauhid kita agar selamat dari siksa nereka !
{ ‘Abdulloh A. Darwanto }