ANIMISME

P E M U J A A N K E P A D A R O H

Permasalahan seputar roh dan keberadaannya setelah kematian banyak disalahfahami oleh mayoritas kaum muslimin. Bahkan kecenderungan pemikiran kebanyakan kaum muslimin tersebut mengarah kepada pemahaman animisme, yaitu kepercayaan bahwa arwah orang yang telah meninggal dunia mampu mem bantu keluarganya atau kerabatnya atau orang-orang lain yang masih hidup di dunia. Kepercayaan berbau animisme ini malah dikemas dalam berbagai ritual yang dinisbatkan kepada agama Islam, padahal keseluruhan ritual tersebut ber-tentangan dengan ajaran tauhid dan syari’at Islam.
Animisme secara bahasa berasal dari kata “anima” yang bermakna roh, sehingga faham animisme bermakna kepercayaan bahwa roh itu mampu membe rikan manfa’at kepada kehidupan manusia. Kepercayaan animisme inilah yang di anut oleh bangsa-bangsa primitif yang ada di berbagai penjuru dunia. Masing-masing suku memiliki sederetan nama arwah leluhur yang dipuja dan dimintaii pertolongan. Demikian pula setiap keluarga memiliki sejumlah nama arwah yang menjadi pelindung keluarganya.
Dalam beberapa kalangan masyarakat animisme, interaksi antara orang yang masih hidup dengan roh-roh orang yang telah mati biasanya dibantu oleh jasa medium perantara yang dikenal dengan nama syaman atau dukun atau pa-ranormal dan sejenisnya. Lewat mereka orang-orang bisa berkomunikasi dengan roh para leluhurnya. Demikian kepercayaan animisme yang ternyata sampai se- karang masih dilakukan dan ditiru oleh banyak orang. Bahkan ada yang dengan sengaja memanggil roh sembarang dengan ritual tertentu yang disebut jelang-kung. Semua itu adalah agama dan ritual animisme.
Ajaran animisme ini masih dianut pula oleh beberapa bangsa yang maju, seperti bangsa Jepang dengan agama Shinto-nya. Bahkan Shinto sendiri berarti “perjalanan roh” karena berasal dari kata “Shen” yang bermakna roh dan “Tao” yang bermakna “jalannya dunia, bumi dan langit”. Dalam agama Shinto penganut nya diwajibkan menyembah kepada roh yang mereka sebut dengan “ kami “, yang terdiri dari arwah para leluhur tiap-tiap suku, arwah para pahlawan dan ar-wah nenek moyang masing-masing keluarga.
Dalam agama Hindu dan Budha pun pemujaan kepada arwah nenek mo yang pun disakralkan, meski dalam bentuk yang lain. Mereka memang tidak se-cara terang-terangan menyembah kepada arwah leluhur, karena pemujaan yang mereka lakukan kepada banyak dewa telah menyedot seluruh peribadatan mere- ka. Namun dalam praktek kesehariannya, mereka pun tidak lepas dari memohon pertolongan dan bantuan kepada arwah para leluhur. Praktek pemujaan kepada roh ini akan semakin jelas bila kita mengamati para pelaku tapa brata atau tapa yoga yang tujuannya adalah untuk melepaskan suksmanya sehingga bisa me-langlang buana berinteraksi dengan kehidupan di alam roh. Atau bisa pula kita jumpai pada ritual mereka yang mengirimkan beberapa sesajen sebagai makan-an bagi arwah leluhurnya pada hari-hari tertentu. Ada pula kebiasaan sebagian mereka yang membakar uang atau replika dari bentuk rumah, mobil dan sejenis-nya dengan niat untuk diberikan kepada roh orang yang meninggal agar bisa di-pakai oleh mereka di alam roh. Bila tidak ada yang mengirimkan barang-barang tersebut, maka di alam roh orang tersebut akan kebingungan tidak punya uang, tidak punya baju, makanan, rumah, mobil dan lain-lain.
Kepercayaan animisme ini masih pula dianut oleh sebagian besar kaum muslimin dengan meyakini bahwa roh sanak keluarga yang baru meninggal ma-sih berada di rumah hingga 7 ( tujuh ). 40 ( empat puluh ) atau 100 ( seratus ) ha-ri. Sehingga mereka perlu menggelar selamatan pada hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100 dan ke-1000 dalam rangka mengantar rohnya kembali ke alamnya atau de-ngan alasan-alasan sejenis lainnya. Pada saat ini, ritual animisme ini disebut de-ngan istilah “tahlilan” atau “yasinan” karena dimasukkannya pembacaan tahlil dan surat yasin di dalamnya. Yang kita permasalahkan bukan semata bid’ahnya pembacaan tahlil dan surat yasin dalam acara tersebut, namun yang lebih me-ngerikan adalah penyimpangan pelakunya dari ajaran Islam yang tidak mengenal pemujaan roh, kepada ajaran animisme yang kental dengan pemujaan kepada roh. Inilah kesyirikan yang tidak pernah disadari oleh para pelakunya.
Yang menjadi pertanyaan sekarang yaitu : apa pengertian dari roh itu ? Roh bermakna : “ Sesuatu yang denganya ada kehidupan bagi jiwa.”
Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir rohimahulloh : “ Sesungguhnya ruh adalah asal da-ri jiwa dan merupakan unsur penyusunnya, jiwa sendiri tersusun darinya dan dari hubungannya dengan badan, yaitu dengan satu arah saja tidak dari berbagai arah, inilah makna yang bagus ( tentang ruh ).”
Ada pun tentang perincian detail tentang ruh, tidak ada manusia yang mengeta-hui, karena urusan ruh adalah monopoli ilmu Alloh Subhanahu wa Ta’ala, seba-gaimana firman-Nya :
يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ الرُّوْحِ , قُلِ : الرُّوْحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّيْ وَ مَا أُوْتِيْتُ مِنَ الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيْلاً
“ Mereka bertanya kepadamu tentang Ruh, katakanlah : “ Ruh itu termasuk urus-an Tuhan-ku dan aku tidak diberikan ilmunya kecuali sedikit.” [ Qs. Al-Isro’ : 17 ]
Berkata Dr.Muhammad Sulaiman Al-Asyqor : “ Sesungguhnya Alloh telah memo- nopoli tentang ilmunya, tidak memberitahukannya kepada para nabi-Nya.”
Demikian pula perkaranya, ketika ruh dicabut dari badannya oleh Malai-kat Maut, hakekat keberadaannya hanya Alloh ta’ala yang mengetahui. Kita ha-nya dapat mengetahui melalui sejumlah riwayat yang shohih bahwa ruh itu akan dikembalikan ke badannya untuk menjawab sejumlah pertanyaan dari Malaikat Munkar dan Nakir, yaitu dalam kehidupan di alam barzah. Kemudian bagi yang bisa menjawab pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir akan mendapatkan nik-mat kubur, sedangkan yang tidak mampu menjawab dengan benar akan meneri-ma siksa kubur.
Bila kita menelusuri seluruh riwayat tentang alam qubur atau alam bar-zah, kita bisa dapati bahwa tidak ada satu pun riwayat yang shohih yang dapat di jadikan pembenar bagi faham animisme. Semua cerita tentang roh-roh orang ma ti yang menengok familinya, membantu orang yang minta tolong kepadanya atau pun yang pada bergentayangan sebagaimana banyak ditayangkan dalam film-film horor dan mistik hanyalah bersumber dari hadits-hadits palsu dan cerita-ceri- ta khurofat dan tahayyul.
Dalam masyarakat yang masih bodoh dengan ajaran tauhid dan ‘aqidah yang lurus, syetan sering mempermainkan mereka dengan menjelma menjadi so sok orang yang telah mati lalu menampakkan dirinya mendatangi keluarga dan para sahabatnya. Sesungguhnya yang datang kepada keluarga dan orang-orang di sekitarnya bukanlah ruh orang yang mati itu, karena ruh sedang mengalami siksa kubur atau nikmat kubur. Yang datang itu tidak lain adalah jin, terutama jin qorin, yaitu jin pendamping orang tersebut semasa hidupnya. Karena setiap ma-nusia pasti didampingi oleh 2 ( dua ) qorin ( pendamping ) yaitu dari bangsa jin yang senantiasa membisikkan kejelekan dan dari bangsa malaikat yang senantia sa mengajak kepada kebaikan. Setelah seseorang meninggal dunia, maka jin qo rinnya pun pergi meninggalkan tubuhnya, dan terkadang sering menampakkan di ri kepada orang-orang dengan rupa dan wujud dari orang mati tersebut. Oleh ka-rena itu Mujahid pernah berkata : “ Syetan selalu menampakkan diri kepadaku dalam rupa Ibnu ‘Abbas ketika aku sedang sholat, maka aku pun teringat ucapan Ibnu ‘Abbas, lalu aku membawa pisau, maka ketika ia menampakkan diri kembali aku tusuk ia dengan pisau hingga ia roboh, dan tidaklah aku melihatnya lagi sete lah itu.” [ AR. Al-Hafizh Abu Bakar Al-Baghondi ]
Demikian pula sosok yang menampakkan diri ketika seseorang beri’tikaf di makam seorang nabi atau wali atau seorang sholih, sesungguhnya ia adalah syetan, karena mereka yang telah mati tidak mungkin ruhnya bisa keluar mene-mui peziarahnya untuk mengabulkan segala hajat mereka. Sehingga para pemu-ja kuburan ( quburiyyin ) tidaklah bertemu dengan ruh orang yang dikubur, na- mun sebenarnya mereka hanya bertemu dengan syetan yang menjelma.
[ ‘Abdulloh A. Darwanto ]